Selasa, 05 Oktober 2010

Koperasi Syariah: Apa & Bagaimana

Tujuan Koperasi Syariah

Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
Fungsi dan Peran Koperasi Syariah

* 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
* 2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
* 3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
* 4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
* 5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif;
* 6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
* 7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Landasan Koperasi Syariah

* 1. Koperasi syariah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
* 2. Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan.
* 3. Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu al-quran dan as-sunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful).

Prinsip Ekonomi Islam dalam Koperasi Syariah

* 1. Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
* 2. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
* 3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
* 4. Menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.

Prinsip Syariah Islam dalam Koperasi Syariah

* 1. Keanggotan bersifat sukarela dan terbuka.
* 2. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istiqomah).
* 3. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional.
* 4. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
* 5. Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil.
* 6. Jujur, amanah dan mandiri.
* 7. Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi, dan sumber daya informasi secara optimal.
* 8. Menjalin dan menguatkan kerjasama antar anggota, antar koperasi, serta dengan dan atau lembaga lainnya.

Usaha Koperasi Syariah

* Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro).
* Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
* Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
* Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Modal Awal Koperasi

Membentuk koperasi memang diperlukan keberanian dan kesamaan visi dan misi di dalam intern pendiri. Selain itu, mendirikan koperasi syariah memerlukan perencanaan yang cukup bagus agar tidak berhenti di tengah jalan. Adapun agar diakui keabsahannya, hendaklah koperasi syariah disahkan oleh notaris. (Biaya pengesahan relatif tidak begitu mahal, berkisar 300 ribu rupiah.)

Untuk mendirikan koperasi syariah, kita perlu memiliki modal awal. Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha. Dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.

Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta didapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.

Sumber: www.koperasisyariah.com

Senin, 04 Oktober 2010

FAKTOR PENENTU KEMAJUAN PENDIDIKAN INDONESIA

Mencermati dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya dan sekolah pada khususnya merupakan satu hal yang menarik. Sudah enam puluh tiga tahun negeri ini merdeka tetapi dunia pendidikan bukannya semakin baik malah justru sebaliknya semakin terpuruk. Dulu, negara tetangga kita Malasyia mengirimkan mahasiswanya kuliah di universitas Indonesia baik itu UI, ITB, UGM dan yang lainnya. Tetapi sekarang berkebalikan, mahasiswa Indonesia justru belajar di universitas Malasyia. Vietnam adalah salah satu negara yang berhasil menyalip Indonesia dalam bidang pendidikan dan tidak menutup kemungkinan negara-negara lain yang dahulu kalah dengan Indonesia sekarang akan menjadi lebih maju dalam pendidikan. Mengapa bisa terjadi seperti ini? Banyak pakar pendidikan memberikan argumen tentang kemunduran pendidikan di Indonesia, ada yang menyoroti sistem pendidikan yang salah, ada yang mengatakan kurikulum pendidikan Indonesia jelek, ada yang mengatakan tidak ada kesinambungan dalam membangun pendidikan dengan ganti menteri ganti kurikulum dan argumen yang lainnya. Saya tidak akan menyoroti hal tersebut, karena menurut hemat saya tidak ada yang salah dari kurikulum dan tidak ada yang salah dengan sistem pendidikan Indonesia. Saya mencoba mengkaji dari sudut pandang lain, dalam hal ini adalah partisipasi masyarakat dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Bergelut dengan dunia pendidikan selama ini, saya melihat ada empat golongan peserta didik. Peserta didik dalam hal ini adalah murid dan orang tuanya. Golongan tersebut adalah:

1. Murid pinter dengan orang tuanya kaya
2. Murid pinter dengan orang tuanya miskin
3. Murid bodoh dengan orang tuanya kaya
4. Murid bodoh dengan orang tuanya miskin

Akan saya bahas satu persatu golongan tersebut dan implikasinya terhadap kemunduran pendidikan di Indonesia.
Golongan yang pertama adalah murid pinter dengan orang tuanya kaya.
Ini adalah golongan yang ideal. Karakter siswa golongan ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, suka bekerja keras dan rajin belajar. Karakter ini didukung oleh finansial orang tua yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan anak dalam belajar, baik itu ketersediaan buku, mendatangkan guru untuk memberi les privat, memiliki komputer dengan akses internet dan asupan gizi yang lebih dari cukup. Orang tua dalam golongan ini juga sangat perhatian dalam mendorong anaknya untuk belajar. Meluangkan waktu untuk menemani anak belajar dan membantu kesulitan anak dalam belajar serta memberi motivasi kepada anaknya untuk maju. Yang paling penting dari keberadaan orang tua golongan ini adalah bisa memberi contoh kepada anaknya bahwa orang tua mereka adalah orang yang berhasil. Golongan ini memberi konstribusi yang besar terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia tetapi kurang berarti karena jumlahnya sedikit.
Golongan kedua adalah murid pinter dengan orang tua yang miskin.
Karakter siswa golongan ini sama dengan golongan pertama tetapi yang berbeda adalah dukungan orang tua. Orang tua dalam golongan ini cukup perhatian terhadap kemajuan pendidikan anaknya tetapi tidak bisa membantu anak memenuhi kebutuhannya dalam belajar seperti penyediaan buku, memberikan guru les dan memberikan asupan gizi yang cukup baik. Golongan ini sebetulnya yang perlu dibantu baik itu oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Jadi beasiswa harusnya diberikan hanya untuk golongan ini. Siswa golongan ini dapat memberikan kontribusinya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
Golongan yang ketiga adalah anak bodoh dengan orang tua yang kaya.
Golongan ini masih bisa memberikan konstribusi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia melalui kekuatan ekonomi orang tuanya. Sekolah bisa memberdayakan golongan ini untuk kemajuan sekolah seperti memberikan beasiswa untuk golongan kedua, menambah peralatan sekolah, dan menambah kesejahteraan guru. Dengan peralatan sekolah yang memadai dan guru yang sejahtera, saya yakin kemajuan pendidikan akan diperoleh.
Golongan yang keempat adalah anak bodoh dengan orang tua miskin.
Golongan keempat ini adalah golongan yang sangat tidak harapkan karena akan menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Golongan ini pula yang sering membuat masalah di sekolah. Karakter anak golongan ini tidak mau bekerja keras, malas belajar dan meminta perhatian guru dengan membuat masalah. Sementara dari pihak orang tua akan membebani keuangan sekolah sehingga menghambat kegiatan belajar mengajar. Golongan ini adalah mayoritas di negeri ini sehingga sangat signifikan dalam memberikan konstribusinya dalam menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Itulah mengapa pendidikan di Indonesia tidak mengalami kemajuan walaupun sudah merdeka enam puluh tiga tahun. Cara terbaik adalah mengurangi jumlah golongan keempat dan jangan memberikan beasiswa pada golongan ini karena akan sia-sia.

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa Barat, Mapalus di daerah Sulawesi Utara, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial, nonprofit dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan kekeluargaan.

Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.

Kemajuan ilmu oengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau pemilik modal memanfaatkan penemuan baru tersebutdengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bangsa Eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnyaberubah menjadi bentuk penjajahan yang memelaratkan masyarakat.

Bangsa Indonesia, misalnya dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad dan setelah itu dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Selama penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Penjajah melakukan penindsan terhadap rakyat dan mengeruk hasil yang sebanyak-banyaknya dari kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian Indonesia terbelakang. Masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah menjadi mangsa penipuan dan pemerasan kaum lintah darat, tengkulak, dan tukang ijon.

Koperasi memang lahir dari penderitaan sebagai mana terjadi di Eropa pertengahan abad ke-18. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.

Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto ( Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga ( koperasi konsumsi ). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :

1. mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
2. akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
3. ongkos materai sebesar 50 golden
4. hak tanah harus menurut hukum Eropa
5. harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain :

1. akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
2. ongkos materai 3 golden
3. hak tanah dapat menurut hukum adat
4. berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.

Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :

1. mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
2. menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3. menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :

1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :

1. kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
2. pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
3. pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :

1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil

Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.

Dasar-dasar Koperasi: Implementasi dalam Manajemen

Pengertian
Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”, berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan pengelolaan sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas sumberdaya produksi yang tersedia.
Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi dalam Koperasi tradisional. Koperasi tidak dapat tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti masa lalu. Persaingan telah menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi dan kiat-kiat tertentu agar dapat eksis dan turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan koperasi. Strategi-strategi alternatif ini membutuhkan hipotesis-hipotesis, teori-teori, dalil-dalil serta informasi lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan yang perlu digunakan dalam membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal” yang dapat menerangkan berbagai realitas empirikal.
Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai instrumental yang operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik eksistensi koperasi sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri. Hal itu dapat ditelaah pada batasan koperasi dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti serta ketentuan perundang-undangan nasional telah menggariskan batasan berdasarkan cara pandang dan kepentingan yang dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak banyak berubah.
Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung pendekatan esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan esensialis, memandang koperasi atas dasar suatu daftar prinsip yang membedakan koperasi dengan organisasi lainnya. Prinsip-prinsip ini di satu pihak memuat sejumlah nilai, norma, serta tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi. Dari pendekatan esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah merumuskan pengertian koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3), antara lain:
1. Voluntary membership without restrictions as to race, political views,and religious beliefs;
2. Democratic Control;
3. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings to belong to members, and method of distribution to be decided by them;
4. Education of members, advisors, employees, and the public at large;
5. Cooperation among cooperatives on local, national, and international levels.
Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria formal (legal). Menurut pendekatan ini: "Semua organisasi disebut koperasi jika secara hukum dinyatakan sebagai koperasi, jika dapat diawasi secara teratur dan jika dapat mengikuti prinsip-prinsip koperasi". (Munkner, 1985,18).
Pendekatan nominalis, dengan pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari Universitas Philipps-Marburg, merumuskan pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari struktur dasar tipe sosial-ekonominya. Menurut pendekatan nominalis, koperasi dipandang sebagai organisasi yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu:
1. Individual are united in a group by-at least one common interest or goal (COOPERATIVE GROUP);
2. The individual members of the cooperative group intend to pursue through joint actions and mutual support, among other, the goal of improving their economic and social situation (SELF-HELP OF THE COOPERATIVE GROUP);
3. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and maintained enterprise (COOPERATIVE ENTERPRISE);
4. The cooperative enterprise is charged with the perfomance of the (formal) goal or task to promote the members of the cooperative group through offering them directly such goods and services, which the members need for their individual economics - i.e. their houshold (CHARGE OR PRINCIPLE OF MEMBER PROMOTION).
Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam organisasi koperasi melekat secara utuh lima unsur, yaitu: (a) anggota-anggota perseorangan, (b) kelompok koperasi, yang secara sadar bertekad melakukan usaha bersama dan saling membantu demi perbaikan kondisi ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi, yang didirikan secara permanen dimiliki dan dibina secara bersama sehingga tercipta suatu, (d) hubungan pemilikan antara kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang mengarahkan adanya promosi anggota atau hubungan usaha yang saling menunjang antara kegiatan ekonomi anggota individu dengan perusahaan koperasi.
Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,” Thus, cooperative are also characterized to be autonomous business organizations, which are owned by the members and charged with the promotion of their members in their role as customers of the cooperative enterprise.
Dalam organisasi koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di samping sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan oleh koperasi. Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan (double nature), yaitu perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan perusahaan koperasi yang dimiliki anggota secara bersama-sama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi, hubungan dengan lingkungannya bersifat terbuka, cara kerjanya adalah suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber dayanya adalah suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-anggota perseorangan, perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok koperasi, perusahaan koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan perusahaan koperasi kepada para anggotanya.
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-ciri yang khas sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok yakni, (a) kerjasama dua orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c) kegiatan yang dikoordinir secara sadar.
Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di samping telah dapat menunjukkan ciri-ciri esensial koperasi yang dapat dikaji secara ilmiah, tetapi juga telah dapat memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai perbedaan koperasi dengan organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan koperasi dengan organisasi usaha non-koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a) sifat keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi dan manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan (e) hubungan organisasi dan masyarakat.
Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi secara universal dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat di mana koperasi itu hidup. Kedua peran tersebut menjadi kriteria identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas ganda (dual identity) koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara. Roy (1981,6) dalam definsinya meamasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah:“...a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their participation.”
Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana dikutip Abrahamsen (1976,5) yang menyatakan koperasi adalah: “... a democratic association of persons organized to furnish themselves an economic service under a plant that eliminates entrepreneur profit and that provides for subtantial equality in ownership and control". Hal serupa juga secara implisit dinyatakan oleh Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990).
Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi cenderung mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji artikel-artikel, “Trends in Co-operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus and Homo Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari), maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini telah terjadi perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh ekonomi.
Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah pentingnya prinsip ganda anggota dalam organisasi. Karena pada dasarnya perubahan itu terletak pada tataran instrumental bukan pada taran substansi. Mengenai hal itu dapat dikaji pendapat Dulfer (1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara radikal. Dikatakan bahwa perubahan struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a) koperasi tradisional, (b) koperasi berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Setiap tingkat memiliki konsekwensi implementasi manajemen yang berbeda. Lebih khusus perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota dalam pengelolaan organisasi.
Koperasi Indonesia
Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh anggota, di tegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992. Batasan koperasi dalam perundangan ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas dibanding batasan lama, dalam Undang-undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan terciptanya pemikiran ganda tentang koperasi. Undang-undang nomor 25 tahun 1992 mengakomodasi perubahan tataran instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola” atau manajer dalam pengelolaan organisasi dan usaha koperasi.
Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam menjalankan usaha selama tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan dan idielogi normatif yang ada. Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara pada penciptaan keuntungan (profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk melayani kebutuhana anggota. Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan selama memperhatikan dua hal pokok, yakni:
(1) Usaha yang dijalankan selaras dengan kebutuhan anggota dan sejauh mungkin mengandung unsur pemberdayaan (empowering) bagi usaha anggota.
(2) Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota selaras dengan jasa yang diberikan anggota pada usaha koperasi.
Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan koperasi Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-undang nomor 25 tahun 1992, yakni, memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pelaksanaan organisasi dan manajemen koperasi didasari oleh prinsip koperasi, prinsip tersebut berisi, (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b) pengelolaan dilakukan secara demokratis, (c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, (d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (e) Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat intern organisasi, koperasi memiliki prinsip lain yang berkaitan dengan ekstern organisasi yakni, (a) pendidikan perkoperasian, (b) kerjasama antar koperasi.
Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro) dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional.
Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Mengenai kedua dimensi itu dapat di pisahkan dan dibedakan dengan menunjuk aspek-aspek seperti pada tabel 1.
Dimensi mikro mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan lebih baik bagi anggota. Khususnya dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang persediannya terbatas. Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan badan usaha lainnya. Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan efektivitas untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan kepada usaha dan kesejahteraan anggota.

Jika saya menjadi presiden yang saya lakukan untuk memajukan koperasi di indonesia

Nama : Agie wahyu winata
NPM : 27210031
Dosen : Sulastri
Matkul : Ekonomi koperasi

siapa yang tidak mau menjabat sebagai seorang presiden di negeri yang kaya dan luas seperti Indonesia ini. Semua orang berhak menjadi Presiden asalkan memenuhi berbagai syarat tentunya. Menjadi seorang presiden di negara seperti Indonesia ini tidaklah mudah karena banyak yang harus dilakukan presiden demi memajukan negara Indonesia. Presiden saat ini yaitu Bpk Susilo bambang Yudhoyono sudah malakukan yang terbaik untuk bangsa ini terutama dalam memajukan ekonomi dan koperasi Indonesia.

Akan tetapi bagaimana jika saya menjadi presiden dan apakah yang akan saya lakukan untuk memajukan koperasi Indonesia ini? Koperasi di Indonesia belumlah terlihat maju dan ini dapat dilihat dari jumlah anggota koperasi yang tidak bisa dikatakan banyak. Mungkin kurang minatnya masyarakat Indonesia akan adanya koperasi ini. Koperasi mempunyai landasan yaitu berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berasaskan kekeluargaan.

Koperasi menurut UUD 1945 psal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Berarti koperasi bukanlah badan usaha demi mencari keuntungan semata akan tetapi bertujuan untuk mensejahterkan anggotanya. Anggota koperasi bukanlah sebagai anggota saja akan tetapi juga sebagai pemilik dari koperasi itu sendiri. Setiap anggota koperasi memiliki hak suara yang sama dalam mengambil setiap keputusan koperasi.

Fungsi Koperasi antara lain:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2.Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3.Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.

4.Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

5.Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.

Jika saya menjadi presiden di Indonesia maka saya akan memajukan koperasi di Indonesia dengan cara memperbanyak jumlah koperasi dan mengajak serta seluruh masyarakat untuk membangun koperasi yang lebih baik. Saya juga akan menyediakan dana yang lebih banyak pada APBN untuk memajukan koperasi Indonesia.

Koperasi tidaklah boleh ditinggalkan karena selain sebagai wadah usaha juga dapat menjadi modal jika kita ingin meminjam uang untuk modal usaha. Koperasi tidaklah memerlukan berbagai syarat seperti bank yang terlihat tidak berasaskan kekeluargaan. Di desa-desa sudah banyak masyarakat yang mengenal koperasi akan tetapi masih ragu untuk bergabung ke dalam koperasi.

Marilah kita membangun koperasi di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Karena bukan hanya Presiden yang bisa memajukan koperasi tetapi memerlukan dukungan masayarakat juga.

Berita Studentsite

search box

clock

Total Tayangan Halaman

Followers

Translate

mp3 playlist

My Slide show

Banner

Background Pictures, Images and Photos